What Time is it Now ??


Here's the New Me

Regrets over yesterday and the fear of tomorrow are twin thieves that rob us of the moment.

Selasa, 08 Februari 2011

Saya masih cinta padamu...

"Bu guru, saya ingin jadi ibu nanti kalau sudah besar, boleh ga?", tanya saya saat itu, dimana saya yang selalu mengikuti gerak-gerik guru saat wanita cantik itu mengajar didepan kelas. "Boleh, selain jadi guru seperti ibu, kamu mau jadi apalagi?" tanya guru saya kembali. "Hhhhmmm, saya mau jadi Ibu guru aja, biar bisa banyak main dan dapet hadiah dari murid-murid ibu setiap pengambilan raport", jawab polos saya saat itu.

Saya adalah murid kecil, yang energik, cerewet dan terliat ingin sekali memimpin dalam hal apapun, terkesan sangat egois memang. Pasalnya hampir setiap waktu saya akan selalu memimpin sebuah kelompok, selalu menjadi asisten guru dikelas walau sekedar untuk menghapus papan tulis, memimpin kelas untuk berdoa atau membuat teman teman saya menangis karena dengan sengaja dan terang-terangan saya pukul. Niat saya memang baik, ketika saya memukul teman saya itu adalah semata-mata ingin menyuruh teman saya diam dan segera mendengarkan guru kesayangan saya bicara didepan kelas, akan tetapi tetap saja saya dianggap nakal oleh sebagian teman-teman saya, hampir semua teman-teman saya takut pada saya. Saat itu, maklum saja, saya masih kecil, masih belum paham dan tahu cara menegur orang dengan baik dan semestinya.

Teringat saat acara perpisahan itu, sepuluh tahun lebih mundur kebelakang, setelah tarian dan nyanyian ditampilkan oleh saya dan kawan-kawan lainnya, tiba saatnya untuk saya seorang diri membacakan sebuah puisi yang dipersembahkan untuk guru tersayang...

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Puisi ini saya persembahkan untuk engkau, guru-ku terhebat dan tercantik.. sehingga kecantikanmu mengalahkan kecantikan tante Krisdayanti.
Ingat tidak, saat pertama saya dan kawan-kawan yang lain datang dihari pertama kami bersekolah disini, banyak yang masih takut dan membawa mama - papa - nya masuk kedalam kelas, Ibu guru tidak marah pada kami, ibu guru hanya tersenyum dan bilang, nanti juga berani sendiri, ini kan sekolah, bukan penjara.
Atau peristiwa lain, saat saya dan kawan-kawan yang lain tidak bisa diam dan tenang, ibu guru tidak marah pada kami, ibu guru hanya tersenyum dan berkata pada orang-orang lain, namanya juga anak-anak. Inikah taman kanak-kanak.
Satu lagi, saat saya dan kawan-kawan yang lain ingin buang air besar, dan kami tidak bisa membersihkannya, ibu guru tidak pernah jijik atau marah untuk membantu membersihkan kotoran kami, ibu hanya bilang "begini caranya, biar najisnya semua hilang, biar kembali bersih dan tidak berbau".
hhhmmm, semua itu yang membuat saya dan kawan-kawan Saya betah dan ingin selalu ada di sekolah, ada ibu guru yang cantik dan baik, ada ibu guru yang pandai memberikan cerita, dan ada ibu guru yang selalu tersenyum walau kami sudah mulai mengesalkan.
Ibu guru yang saya miliki adalah ibu guru yang sabar, semoga kalian dilindungi Allah SWT. Amin.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh"

Sangat singkat dan aneh, puisi saya membuat penonton saat itu terdiam, tidak juga memberi sambutan hangat dengan tepukan yang meriah, melainkan sedikit demi sedikit mereka mulai bergilir meneteskan air mata. Termasuk ibu guru cantik saya, Ia-pun menangis beriring senyum yang memang, sangat cantik.

Cita-cita saya tidak berubah, sepuluh tahun lebih maju, saya masih ingin menjadi seperti Ibu guru cantik itu, yang lembut, sabar dan ikhlas. Sekolah sampai di negeri orangpun tidak membuat cita-cita saya berubah sedikitpun. Walaupun banyak yang menganggap cita-cita saya adalah rendahan bahkan sampah. "halah... sekolah tinggi kok cuma ingin jadi guru TK?". Ucap seorang yang sudah memiliki deretan titel setelah namanya. Namun, semua itu masih berhasil saya tepis, dan saya yakin, bahwa cita-cita saya lebih berharga dari sebuah sampah, kalaupun cita-cita saya adalah sampah, tapi ini sampah yang berarti, sampah yang mampu membuat alam tersenyum pada saya, sampah yang dapat didaur ulang dan akan lebih cantik dari barang aslinya, sebelum menjadi sampah. cool!!

Berpikir dan berniat menjadi seorang guru TK itu bagi saya bukan perkara yang mudah, saya harus memikirkan metode apa yang akan saya berikan pada murid-murid kelak. Saya asyik dengan imajinasi untuk menjadi guru TK. Sambil tersenyum saya mulai menulis satu persatu konsep yang akan saya praktekkan kelak.

Akan saya buat mereka semua paham, kenapa saya memilih untuk menjadi guru TK, bukan seorang sekertaris atau konsultan bidang yang sedang saya pelajari, sehingga menjadi urutan tertinggi dalam cita-cita saya. Padahal, menjadi guru TK tidak menjamin saya akan punya uang banyak, sedang profesi lain dapat membuat pundi-pundi uang akan terkumpul, santai duduk manis di cafe-cafe mahal sekedar bertemu dengan klien, belanja di mal-mal mewah di ibu kota atau jalan-jalan menghabiskan uang yang sudah terkumpul itu keliling negara, sekedar mengoleksi stempel imigrasi di setiap bandara. Akan saya buat mereka mengerti mengapa begitu jatuh cinta saya pada cita-cita saya itu.

Membayangkan menjadi perantara untuk anak-anak adalah hal yang tidak mudah, apalagi mempraktekkannya. Mencintai mereka juga tidak gampang. Sabar berhadapan dengan mereka juga bukan perkara yang ringan. Tapi, tersenyum dihadapan mereka adalah istimewa. Setiap ulah dan tingkah anak-anak membuat saya berpikir, bagaimana mereka esok, bagaimana masa depan mereka nanti, akan jadi apa mereka kelak. Itulah yang membuat saya terus berpikir untuk mengejar cita-cita sebagai guru TK. Perlu dikejar, perlu diusahakan...

Mengenalkan mereka mengenai keramahan alam raya, saling menyayangi dengan alam, ramah terhadap alam dan senantiasa halus budi pada alam. Itulah yang menjadi konsep dasar dalam mengemban tugas seorang guru TK kelak. Alam adalah rumah yang sesungguhnya, alam membuat kita teduh dari hujan, alam membuat kita hangat dari matahari dan alam membuat kita tersenyum sambil berbaring menyaksikan romantisme rembulan dan bintang-bintang. Berlari di padang rumput sambil membelai dengan lembut dedaunan yang ikut berdansa dengan derap langkah larian. Bercengkrama dengan binatang-binatang lain. Semua akan menjadi konsep utama dalam langkah saya menjadi guru, Kelak.

Mengapa harus alam? "Jangan buat alam sedih dan menangis" pesan yang sudah dimasukan kedalam folder sebagai guru TK kelak.

Selanjutnya, perkenalkan anak-anak pada sang pencipta alam raya, siapa yang telah membuat alam ini menjadi begitu indah, cantik, dan penuh dengan keriangan. Siapa yang akan kecewa dengan keadaan alam yang bengangsur melemah, dan mengapa bisa demikian. Tahap selanjutnya dalam misi saya kelak.

Mungkin akan ditutup dengan menjadikan mereka lulusan terbaik dunia dan akhirat. Amin...

Ibu guru yang cantik... Saya selalu memimpikan anda dihampir setiap tidur saya. Anda berhasil mengganggu pikiran dan konsentrasi saya. Rasa-rasa-nya, saya tidak bisa meninggalkan anda begitu saja. Ibu guru yang baik hati, mungkin saya sudah gila dan hilang akal, begitulah pikiran mereka yang mengetahui imajinasi saya. Biarlah, saya bahagia bisa mendeklarasikan mimpi saya dihadapan mereka, walaupun mereka hanya tersenyum dengan makna melecehkan. Tidak apa, sepeti yang anda telah tanamkan pada diri saya saat itu, tidak dibutuhkan untuk saya sebuah amarah dalam menjawab aksi-aksi manusia yang tidak memahami gairah pribadi, hanya perlu senyum saja.. Dan tahukan engkau ibu guru yang penuh dengan inspirasi, saya benar-benar jatuh cinta padamu, dan sampai saat ini, saya masih cinta padamu. "Marry me!", Amin.

Baik, saya memang sadari, tidak ada yang salah dengan tanggapan mereka mengenai pemanfaatan ilmu yang saya dapati dari sekolah-demi-sekolah. Tapi mengapa mereka berpikir, bahwa memanfaatkan ilmu itu diukur dari seberapa tinggi tempat yang akan menjadi wadah ilmu. Apa beda-nya dengan tingkat sebuah TK dan Universitas? Semakin mudahkah membagi ilmu kepada mereka yang duduk di Universitas? atau semakin lebih bermaknakah memberikan pengalaman yang menarik untuk mereka?

Lagi dan lagi, saya minta maaf, emosi diaduk secara merata oleh kesadaran dan kesabara yang luar biasa tidak dapat saya peroleh dari sebuah jenjang formal yang sudah tinggi dan yang sudah memiliki sistem berkelas. Saya ingin menjadi Ibu Guru dimana mereka semua generasi saya bertanya " Ibu, apa itu Huruf dan Angka?, Ibu, bagaimana saya membuat sebuah lingkaran dan segitiga? atau, Ibu, Saya sayang Ibu guru!". Tempat dimana mereka mempertanyakan kondisi bumi dan membawa mereka pada gambaran kehidupan, berpetualangan dengan mereka di tengah hutan kehidupan ini, bukan lagi siapa yang kuat yang akan bertahan hidup, tapi siapa yang peduli yang akan bahagia. Hanya itu awal dari cita-cita saya... Bila memang dimensi waktu akan mendukung, telah lahir generasi yang akan membuat lingkaran-lingkaran yang beririsan, saling masuk didalam penjiwaan dan bergesekan dengan rasa peduli pada sesama.

Hanya itu, jadi saya dapat pertahankan, bahwa saya masih cinta padamu....

Supernova, ~RuangRindu~

0 komentar:

 
template by suckmylolly.com