What Time is it Now ??


Here's the New Me

Regrets over yesterday and the fear of tomorrow are twin thieves that rob us of the moment.

Rabu, 01 Juni 2011

Aku Tak Ingin Berpisah Denganmu


Atas izin Allah kami berjumpa, disebuah kamar kecil kami bertatapan...


Aku takut untuk berkenalan dengannya, aku benar-benar merasa ia memperhatikanku dengan teliti. Sempat dalam benakku untuk segera keluar dari ruangan itu, sebab aku bingung dan khawatir ia tau kalau aku salah tingkah sendiri. Percakapan kawanku yang lain membuat aku tetap bertahan diruang itu, bertahan untuk berbicara ala kadarnya dan akhirnya memecahkan konsentrasi kami yang sedang saling bertatapan sesekali. Kamipun berkenalan.


Keesokan harinya, kamipun sering berjumpa, kebetulan kami tinggal di flat yang sama, hanya berbeda lantai saja. Sedikit demi sedikit mulai ada percakapan dari kami masing-masing bila kami kebetulan berpapasan. Dia sangat lembut terhadapku, hingga aku merasa nyaman didekatnya. Subhanallah... mungkinkah aku jatuh hati padanya? Entahlah, bila benar aku hanya berharap ia dikirim Allah untuk mengantarku pada kebaikan.


Hari demi hari, hampir satu semester kami dekat, makin dekat. Banyak hal yang aku hayati dari setiap perkataannya, perilakunya dan pemikirannya. Kami sering atur waktu untuk berbicara secara empat mata di kantin dekat flat kami. Pembicaraan kami makin meluas tapi terarah. Apapun yang kami bahas pasti selalu kami kaitkan dengan Qur’an dan hadist, pemikiran barat menjadi pembanding kami, dan kami sama-sama puas ketika menyimpulkan perbincangan yang telah kami lakukan yang terkadang dapat memakan waktu lebih dari 2 jam.


Banyak aktifitas yang kami jalani bersama-sama, termasuk shalat berjamaah di Masjid dekat tempat tinggal kami. Ia mengenalkanku pada teman-temannya yang budi pekertinya tidak jauh berbeda dari dirinya. Ia membuatku dipenuhi rasa syukur karena merasakan pembuktian doa ibuku sewaktu melepasku merantau dinegeri orang, dimana dalam doa tersebut ibuku berkata “Hanya Allah yang mampu menjagam

u nak, jangan pernah takut sendiri, Insya Allah Ia akan merawatmu sebaik mungkin”. Sedikit demi sedikit dalam muhasabahku, doa ibu dapat kuhayati. Salah satunya adalah Allah merawat hati dan pikiranku dengan mengirimkan ia sebagai teman berbagi ceritaku.


Hubungan kami sangat baik, sudah masuk hampir 4 bulan saat itu. Suatu waktu, ia secara mendadak harus pulang ke kampung halamannya, entah kenapa aku sangat merasa sedih dan kehilangan. Aku tidak bisa mengantarnya menuju terminal bus, aku menangis untuk yang pertama kali dihadapannya, menangis karena aku merasa ia akan pergi lama sekali, padahal ia mengatakan hanya sebentar saja pergi disebabkan ada keperluan yang sangat penting. Begitu ia pulang dari kampung halamannya, aku merasa sangat bahagia, merasakan bahwa rasa kesepian ini telah terhapus dengan sendirinya, merasakan hati ini lebih hangat namun basah, ada yang menyiraminya dengan air embun, mungkin rasa sayang yang tulus muncul dan menyelimuti hubungan kami yang membuat ada taman dalam hatiku.


Allah mengujiku dalam nikmat yang telah ia berikan, aku jatuh sakit. Disinilah Allah menunjukkanku kembali bahwa Ia benar-benar menjagaku. Ia berikan sakit fisik padaku, memberikan kesempatan padaku untuk beribadah dan beribadah lagi. Ikhtiar atau putus asa. Subhanallah, setelah kebeberapa dokter hingga dokter spesialis penyakitku belum diizinkan untuk hilang, maka kepasrahan tidak menepis dalam hatiku sedikitpun. Ditambah doa-doanya dan perkataan-perkataannya sekedar untuk mengingatkanku tidak boleh putus asa dan bertenang diri. “Berpikir positif pada Allah, penyakit seperti apapun pasti akan sembuh, bukan bagaimana hebatnya sang dokter, melainkan seberapa kuat kesabaran dan usaha kita untuk bersyukur pada yang memberi sakit, atas izin Allah, maka akan sembuh kembali. Allah sayang padamu dik, biarkan kasih sayang Allah bersemai melalui sakit yang sedang hinggap ditubuhmu, sebab itu sebenarnya dapat menjadi penawar racun dalam tubuhmu, Insya Allah”. Ya, ... ia benar, seiring aku mulai kembali bangkit dari sakit yang banyak menyebut bahwa penyakit tersebut akan menyebabkan kematian yang semakin cepat, aku mampu melewatinya. Alhamdulillah.


Kembali kepada sosoknya yang akan kurindu ketika jarak akan memisahkan kami, sebentar lagi..



Aku teringat perjalanan demi perjalanan yang telah kami lalui. Ia mengajakku kekampung halamannya, tanpa panjang pikir, aku sambut undangannya dengan senang hati. Aku tidak ingin mengecewakannya, aku paham benar bahwa iapun berharap aku dapat ikut serta berjumpa dengan alam yang mendidik ia seperti itu, bergurau dengan sanak keluarga dan ikut merasakan kehangatan ditengah-tengah keluarganya. Aku dan ia akhirnya melakukan perjalanan pertama menuju suatu tempat yang banyak pantainya.


Dalam perjalanan menuju kampung halamannya itu, banyak sekali kendala yang kami hadapi, penuh uji kesabaran yang harus kami lalui. Mulai dari menunggu bus yang ternyata kami harus transit lagi di terminal lainnya, bertemu dengan orang kurang sehat secara jiwa sampai kamipun sebus dengan orang gila tersebut. 10 jam tepat perjalanan itu, dalam waktu panjang itu aku menemukan banyak hikmah yang kemudian aku simpan rapih dalam memori dalam otakku. Aku berharap suatu hari memori ini bisa aku transfer kedalam sebuah video hingga menjadi kenangan yang nyata, pembelajaran yang abadi, tapi... biarlah apapun yang terjadi pada memori manusia yang akan usang lama kelamaan seiiring usia, Allah akan merekam dengan baik semua yang aku alami, semoga ketakwaan menjadi jalan hidup yang telah aku lalui tidak atau bersamanya.


Sampai dirumahnya, aku disambut oleh teriakan anak-anak kecil yang ternyata mereka adalah anak dari kakak-kakaknya, tampan dan cantik. Ramai!! Dan ternyata tak lama lagi salah satu abangnya akan menikah, yah... pas sekali, hampir lengkap kakak beradiknya berkumpul disebuah rumah yang penuh dengan kenangan masa kecil mereka, dan akupun memiliki kenangan pada rumah itu. Karena kami hanya punya sedikit waktu untuk menikmati masa-masa liburan di kampung halamannya, maka kamipun harus bergegas untuk siap kembali pada 10 jam perjalanan pulang menuju kampus.


Telah 3 hari 2 malam aku bersamanya dan keluarganya, beberapa jam sebelum pulang ia masih sempat mengajakku kesebuah tempat yang menjadi sahabat setianya semasa ia dalam kegundahan. “Alam dan pemilik Alam tersebut”. Sebuah pantai yang berhadapan langsung laut cina lepas!! Subhanallah.. Ia mengajakku kebagian ujung dari pantai tersebut, ia memperlihatkanku pada keelokan alam yang sedemikian rupa cantiknya, dan Subhanallah... aku melihat bagaimana air laut bertemu dengan air tawar beserta keajaibannya. Allah tidak sulit menunjukkan keEsa-anNya. Allah tidak sukar menbuat manusia bertekuk lutut mengakui kehebatanNya dalam membuat karya-karya Agung yang tiada bandingnya. Subhanallah... sambil duduk memandang laut lepas dan pemandangan canti lainnya kami menikmati makanan khas kampung halamannya. Sekali lagi, puja-puji hanya milik Allah SWT, Subhanallah.


Dalam ikatan hati ini yang luar biasa, aku mengakui bahwa aku jatuh hati pada ciptaanNya itu, banyak peristiwa yang membuatku tersenyum dan meneteskan air mata kasih sayang padanya, pada ciptaanNya itu.. Ialah wanita lembut yang pernah aku temui dalam sejarah perjalananku mencari ilmu-ilmu Allah. Aku mampir di negri Jiran ini, dan Allah mempertemukanku padanya, Nuraini... Wanita yang taat pada Tuhannya, wanita yang berani menahan keinginannya demi mementingkan keinginanku, wanita yang penuh dengan kasih sayang yang tulus ku dapat rasakan, wanita Sholehah.



Andai doaku mampu membuat alam raya mengamini, maka aku berdoa pada yang memiliki alam raya ini, “Ya Allahu Rabbi, tanpa ku sebut namanya, tanpa ku perlihatkan wajahnya, dan tanpa ku tulis bagaimana ia dimataku... engkau lebih tau bagaimana kecintaanya padaMu... “




“Ya Rabbul Izzati, nikmat mana lagi yang aku ragukan dariMu, engkau memberiku banyak ujian yang kemudian engkau juga memberiku dengan percuma penawarnya. Engkau pertemukanku pada seorang wanita yang memberiku banyak rasa kasih dan sayang dan engkau juga yang memisahkanku padanya sehingga kami saling mendoakan untuk dikemudian hari kami kelak”


“Ya Rahman Ya Rahim... Adakah rasa syukurku atas kasih sayang yang engkau bagi pada kami masing-masing akan menjadi bagian dari perjuangan kami membawa cahaya ukhuwah? Bila iya, maka kekalkanlah silaturahim diantara kami, biarlah air mata mengalir dan akan menjadi buliran doa-doa untuk keselamatan dunia dan akhirat kami”


Ya Allah, Engkau memberi pelajaran dari pertemuan kami yang sangat singkat. Pertemuan yang semoga kelak menjadi pertemuan abadi sebagai penghuni jannahMu. Perpisahan yang engkau rangkai begitu berarti, engkau pisahkan kami pada perjuangan yang hakiki, perjuangan dalam taat padaMu, Insya Allah”


Kakakku tersayang, Nur aini, Terimakasih atas segala upayamu dalam mempererat persaudaraan denganku, semoga Allah kian memberimu kasih dan sayang, semoga kecantikan lahir dan batin yang Allah titipkan padamu dapat memancarkan cahaya Illahi kepada yang lainnya, dan kuharap persaudaraan kita dapat membawa kita masuk kedalam golongan hamba-hamba yang Ia damba, Amin”


Tidak perlu menunggu waktu dimana aku harus kembali ketanah air, pada hari ini pun aku mulai menangis dan merasakan rindu yang menggebu padanya, ada rasa dalam hati ini untuk meminta pada Allah, "adakah ia menjadi jodoh abangku satu-satunya, agar aku tidak berpisah dengannya, agar aku dapat merasakan transferan energi perjuangannya menegakkan agama Allah dan perjuangan menjadi wanita dambaan Allah"??? Lahawlawalakuwata illabillah....

Rabu, 25 Mei 2011

Pemimpinku mengajarkan kesederhanaan

Hari-harinya, dulu...

Hampir setiap subuh ia pergi ke Masjid, Bapak pulang ke rumah untuk istirahat sebentar dan bagun kembali untuk kerja. Untuk beberapa hari ini Bapak sering tampak pulang sore, karena sedang mengurusi masa-masa pensiunnya. Magrib tiba, Bapak sudah sampai dirumah dan solat di masjid dekat rumah hingga isha. Pulangnya barulah kami makan malam dan disana kita mulai berkomunikasi.
Dan hampir setiap hari rutinitas Bapak seperti itu.

Sering aku melihat Bapak pulang dengan muka yang lelah. Dan semua itu hanya untuk anak istri dan keluarga.

Jika awal bulan tiba, semua gaji langsung diserahkan pada Ibu. Dan Ibupun selalu menjaga amanah dari Bapak untuk mengelola itu semua. Setiap ada rezeky, Bapak selalu memberikan kepada Bapak secara utuh tanpa di ambil sepeserpun.

Bapak pernah bilang :

"tugas suami atau bapak adalah menafkahi keluarga, dan bekerja untuk keluarga, untuk hasilnya Bapak serahkan semua sama Ibu, karena suami tidak baik memegang banyak uang"

hm...adakah lelaki saat ini yang seperti Bapak..?

Aku pernah secara diam-diam membuka dompet Bapak karena penasaran dengan ucapan Bapak, dan ternyata didompet aku temui hanya selembar uang Rp.20.000
dan itu Bapak hendak pergi kekantor.

Sementara atm, Bapak sengaja tidak ingin belajar menggunakan atm, jadi seluruh atm di pegang oleh Ibu.

Great Bapak!

Aku perhatikan, Bapak bukan mengejar dunia... Bapa sangat mengejar akhirat.
Setiap ucapan Bapak selalu ada lafadz Allah.
Setiap diam Bapak, aku melihat tangan itu bertasbih..dan sebelum tidurpun aku melihat bibir itu bertasbih dan bersolawat hinggah tertidur.
Sungguh...tidak berlebihan jika aku menyebut Bapa adalah :"sosok pemimpin yang amat sederhana"

dan mudah-mudahan sifat dan prilaku itu ada didiri calon suamiku nanti...amiiiin...^__^

Minggu, 15 Mei 2011

Hadiah Tuhan untukku dan suamiku tercinta


Suhu saat itu didalam ruangan menunjukkan angka 18 derajat celcius. Harusnya yang Nisa rasakan adalah hawa yang sejuk bahkan dingin. Tapi kali ini tidak, panas terasa saat mulai teringat perilakunya dan disetiap tutur kata Farid, suaminya. "iya", singkat ia membalas pesan panjang yang sudah telanjur Nisa kirim melalui ponsel lamanya. "Hari ini pulang jam berapa? tadi aku pergi ke kantor, tapi kepalaku pusing, jadi aku pulang lebih awal yang. besok kan libur, kita kerumah ibu dan bapakku yah, sudah lama enggak kesana. oh ya, aku masak makanan kesukaan kamu nih, langsung pulang yah selepas pekerjaan selesai, miss you yang", itulah pesan yang telah terkirim.



Malam itu, dimana menjadi malam terindah seharusnya untuk Nisa dan Farid, Nisa berniat memberikan berita yang akan membuat Farid bahagia dan akan makin memperhatikannya. Tapi, kondisi yang terjadi berkata lain, jam biru hadiah teman kantornya untuk pernikahan mereka 2 tahun lalu telah menunjukkan pukul 11 lewat. Nisa coba untuk meneleponnya berkali-kali, bahkan sudah mengirimkan pesan sekedar mengingatkan ia bahwa ia sudah berjanji untuk pulang lebih awal. Tidak ada satupun tanda-tanda yang akan menjawab kegelisahannya. Pikiran Nisa makin negatif, ia khawatir terjadi hal-hal yang tidak diharapkan seperti kecelakaan atau hal yang lebih parah dari itu. Masya Allah, berkali-kali ia mohon ketenangan padaNya, dan meminta belas kasihan pada Allah agar Ia melindungi suaminya tercinta.


Tak lama Farid pulang, "Syukur kamu baik-baik saja", ucap Nisa spontan sambil berlalu ke dapur untuk memanaskan makanan yang sudah terlalu dingin. "Memangnya kenapa?", tanyanya santai. "coba cek hp kamu!", minta Nisa dari arah dapur. Rumah mereka tidak besar, hanya ada 1 kamar tidur utama, 1 kamar tidur tambahan, ruang tamu, ruang keluarga yang dwifungsi yaitu sebagai ruang makan juga dan 1 ruang dapur. Ukuran yang hampir sama pada setiap apartment di tengah kota. "Aku berkali-kali telpon kamu, aku juga meninggalkan pesan", jawab Nisa. "ooo", kata yang biasa Farid jawab. Mendadak Nisa sangat marah, sakit hati rasanya menahan tuntutannya atas rasa cuek-Farid. "kok cuma oooo, bukan dijawab?", kejar Nisa lagi. "loh, memangnya mau dijawab apa? kan aku udah pulang", jawab Farid makin santai sambil pergi ke kamar mandi. Nisa memilih untuk berhenti bertanya-tanya lagi, Nisa pikir ia akan memulai percakapan lagi, memuji masakan yang telah Nisa buat, atau sekedar bertanya keadaannya yang sebelumnya telah Nisa katakan dalam pesan disiang harinya bahwa Nisa pulang kantor lebih awal karena pusing. Ternyata sampai subuh tiba, tidak ada percakapan lagi diantara mereka.


"Aku nanti mau ketempat teman kuliah dulu, sudah lama tidak kumpul-kumpul, mereka protes padaku", ucap Farid saat sarapan. lagi-lagi ia lupa permintaan Nisa untuk menghabiskan waktu weekend-nya menemani Nisa kerumah orang tuanya. Memang semua akan protes dengan kesibukkan Farid pada pekerjaan, hampir dalam waktu 1 bulan penuh ia akan pergi dinas luar kota atau luar negeri, hanya akan ada beberapa hari tinggal di ibukota atau pulang ke rumah, jangankan teman-temannya yang protes, Nisa saja sebagai istri harus pandai-pandai menyimpan tuntutannya untuk menghabiskan waktu berdua dengan Farid. Tapi, tidak semudah dalam sebuah sinetron rasanya, harus ia simpan rasa rindu yang begitu menggebu saat Farid tidak disampingnya, saat Farid meninggalkan Nisa. Dengan sangat keras usahanynya untuk mencoba menanamkan baik-baik dalam benaknya bahwa pergi suaminya keberbagai tempat adalah demi menafkahinya dan keluarga, begitu besar cintanya pada Nisa dan keluarganya hingga ia menghabiskan masa lebih untuk bekerja ketimbang untuk berjalan-jalan, walau dengan istrinya sekalipun. "Nanti aku kerumah Ibu yah, aku sudah janji kemarin sore dengan Ibu, khawatir Ibu menungguku, boleh?", tanya Nisa sambil duduk memperhatikan Farid yang tengah bersiap-siap untuk pergi. "hhmmm", jawab Farid yang mengartikan ketidak masalahannya untuk mengizinkan Nisa pergi. Saat Farid pergipun, tak ada kecupan hangat atau sekedar nasihat untuk Nisa agar berjaga diri selama perjalanan atau setidaknya ia teringat bahwa ia-pun sudah terlanjur berjanji pada Nisa lagi kemarin siang.


Air mata mulai tidak terbendung, mengalir bulir demi bulir secara diam-diam, dan Faridpun pergi meninggalkan kamar tanpa tahu kekecewaan Nisa tersebut, dan Nisa tetap duduk terdiam di ujung tempat tidur. "Sayang, yang sabar ya", ucap Nisa lirih pada diri yang lemah tersebut. Nisa-pun beranjak dari duduknya mencari hanphone untuk memberitahukan pada Ibu bahwa ia akan sampai pada jam 11 siang nanti, saat itu masih jam 9 siang. Jarak rumah Nisa dan orang tuanya hanya 1 jam saja dalam kondisi hari libur, untuk hari biasanya bisa memakan waktu 2 jam disebabkan kemacetan ibukota. Jam 10 kurang 5 Nisa pergi meninggalkan rumah, setelah Nisa pastikan rumah bersih dan rapih. Nisa menaruh setangkai bunga mawar didalam gelas yang telah disulap jadi vas bunga diatas meja makan berukuran 1 meter X 1 meter. Entah mengapa ia ingin mengenakan gamis biru tua dan kerudung biru muda, pakaian yang ia kenakan saat Farid melamarnya dulu. Yah, mungkin saja itu kebetulan, kecintaan Nisa pada suaminya yang menggerakkan tangannya dan mengarahkan pandangannya terhadap pakaian itu, hingga ia memilihnya.


Kereta jabodetabek menjadi pilihan Nisa, Nisa suka naik kereta bila berpergian sekitar daerah jakarta-bogor-tanggerang dan bekasi. Mudah dan cepat menjadi alasan utamanya. Keretanya pun dilengkapi dengan AC dan kekinian, kereta sudah menyediakan gerbong khusus wanita, hal itu membuat Nisa makin tidak ada pilihan lain selain menjadi pecinta kereta. Innalillahi, kereta yang Nisa naiki mengalami kecelakaan, keretanya keluar dari rel dan terbalik. Banyak korban yang berjatuhan, termasuk Nisa.


Ruang operasi menjadi tempat yang menentukan hidup Nisa akan berlanjut atau tidak, akan menentukan apakah ia akan meneruskan pengabdiannya pada suami tercintanya atau tidak lagi, akan menentukan apakah ia akan mendengarkan ungkapan cinta Farid padanya atau tidak. Diluar sudah menunggu Farid, orang tua Nisa, orang tua Farid dan beberapa sahabat Farid. Farid terlihat cemas saat itu. Seketika, dokter keluar dari ruang operasi dan memanggil Farid untuk mengajaknya keruang kerjanya. "Bapak Farid, saya belum bisa pastikan apakah istri bapak akan selamat atau tidak, kami akan melakukan semaksimal yang kami bisa, semua terpulang pada izin Allah SWT. Akan tetapi, kami memohon maaf sebab kami tidak bisa menyelamatkan anak dalam kandungan istri anda, istri anda mengalami benturan yang cukup kuat saat kecelakaan itu dan benturan itu terjadi disekitar perut serta kepalanya, Allah belum mengizinkan janin tersebut selamat, sabar ya Pak Farid" penjelasan panjang dokter yang membuat Farid terdiam dan sudah dapat dipastikan kekejutannya.


4 hari Nisa tidak sadarkan diri didalam ruang ICU selepas operasi, Farid menemaninya, menunggunya tepat disebelah Nisa, tidak pergi dan tidak bekerja barang 1 hari-pun, makanpun ia lupa, syukur ada orang tua Nisa atau Ibunya Farid yang terus datang setiap hari, ya, semua cemas pada kondisi Nisa. Farid tidak banyak bicara, ia hanya memperhatikan wajah Nisa, sesekali ia usap kening Nisa dan menciumnya. Dan, Faridpun menangis, ia menangis karena ia baru sadar bahwa ketika ia tidak tidur sekalipun Nisa selalu mengurusnya dan selalu memberikan rasa sayangnya dengan pesan-pesan panjang, atau memberikan kabar mengenai dirinya, kapanpun, dimanapun Nisa saat itu.


Sudah genap 2 minggu kondisi Nisa makin melemah, benturan dikepalanya menyebabkan pendarahan dikepalanya, sampai Nisa-pun diberi hadiah pada Allah yaitu Allah hentikan rasa sakitnya, ia pulang kepada yang menciptakannya, meninggal dunia. Farid hanya terdiam, ia tidak menangis atau marah pada siapapun. Ia hanya terdiam.


Seusai pemakaman, Farid memilih untuk beristirahat di apartemennya seorang diri, ia menemukan setangkai mawar merah yang sudah menghitam dan layu. Ia kembali kekamar sambil membawa bunga mawar tersebut, ia pandangi foto Nisa dikamar itu, ia berpikir untuk merapihkan barang-barang Nisa, ia buka laptop Nisa, saat Laptop mulai bekerja, ia lihat wallpaper di laptop Nisa adalah gambar ia dan Nisa. Ia lihat folder demi folder, semua folder diberi nama: myheavenFarid-musik, myloveFarid-data, myeverythingFarid-pict dan satu lagi mybreathFarid-story. Ia buka folder terakhir, mybreathFarid-story, didalam folder tersebut ada banyak cerita mengenai perasaan dan pendapat Nisa mengenai Farid, semua terangkum disana. Dan Faridpun mulai menangis, mulai lemah dan menyesali apa yang sudah ia perbuat. "Maafkan aku Tuhan, telah membuat ia menangis atas rasa angkuhku, ia menyebutku sebagai surganya, cintanya, segalanya bahkan nafasnya... Ia buktikan itu, tapi aku yang menjadi surganya, cintanya, segalanya bahkan nafasnya tidak mampu menjaganya sedikit waktu saja sampai aku tidak tahu bahwa ia mengandung janin yang sedah kami nanti-nanti dari awal pernikahan kami, kusibukkan diri ini dengan menganggap dirinya bisa menerimaku APA ADANYA". Satu kata yang membuat Farid beranjak pergi dengan segera ke kubur Nisa saat itu "Kak Farid adalah dambaan Allah untukku, maka untuk apa aku marah pada sikap-sikapnya, ia adalah dambaan Allah yang dikirim untukku, maka sudah sepatutnya aku Syukuri, dan benar, suamiku ini mengajari aku bagaimana menjadi istri yang sholehah, salah satunya adalah bersabar dan terimakasih Allah atas amanahmu kepada kami, akan segera hadir malaikat kami, dan akan aku jadikan berita ini sebagai hadiah terindah untuknya nanti malam, sepulang ia kerja, subhanallah, terimakasih ya Allah".


Allah memberi hadiah kepada kedua insan ini, Nisa dihadiahkan suami yang akan mendoakannya dalam setiap kenangan dan air mata kerinduan. Sedangkan Farid dihadiahkan seorang istri yang mengajarkannya arti cinta. Apapun yang telah terjadi pada kehidupan mereka, tetap menjadi yang terbaik untuk mereka dari Allah SWT, semoga cerita singkat ini dapat mengingatkan kita akan orang-orang yang ada didekat kita, ingatlah, mereka amanah dari Allah, jagalah mereka seperti engkau menjaga dirimu sendiri, jangan biarkan air mata yang seharusnya menjadi rasa syukur digantikan oleh penyesalan berkepanjangan. "Selamat berjuang untuk cinta"

Selasa, 19 April 2011

Ternyata Umurku Itu Berkurang

"Ya Ilahi Rabbi, andai aku mati, matikanlah aku dalam keadaan khusunul khatimah, matikan aku dengan semua orang menangis atas sepeninggalanku, matikan aku dengan meninggalkan kemanfaatan untuk umat, matikan aku dalam keadaan bebas tak behutang dengan sanak saudara, matikan aku dalam keadaan tidak pernah takut akan kematian..."


Ternyata, aku baru sadar bahwa umurku itu berkurang. Artinya hanya tinggal sesaat lagi aku dapat berandai-andai dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian ini. Bukan aku meminta pada sebuah kematian, tapi aku sadari kematian itu adalah pasti.


Sakit... saat aku atau manusia lain mendapatkan sakit diusianya, maka sabar adalah upaya yang harusnya dilakukan. Sabar dengan usaha-usaha penyembuhan sampai usaha berserah diri pada yang menciptakan rasa sakit itu. Sebegitu teganya kah Allah ciptakan sakit untukku dan manusia lain?? Bukan, ternyata Allah bukan ingin menyiksaku dan manusia lain dalam sakit itu. Melainkan, Allah memberiku yang terbaik. Jika aku sakit, aku mengerti begitu berharganya sehat, begitu bermanfaatnya besederhana dalam makan, pergaulan dan keseharian, dan serta aku mengerti begitu sayangnya orang-orang disekitarku, kian memberi perhatian padaku, memberi doa yang tidak putus-putus untuk kesembuhanku dan memberikan makna "ukhuwah" yang begitu nyata. Subhanallah, maka... Terimaka kasih ya Allah, engkau titipkan rasa sakit hingga mampu meneteskan air mata menahan perih dan sakit, semoga, buliran air mata ini adalah buliran dosa yang kau angkat ketika aku berusaha dan berpasrah padaMu.


Letih... saat aku atau manusia lain merasakan keletihan yang luar biasa dengan perkara-perkara dunia yang tiada usai, maka sabarpun menjadi kunci dari rasa itu semua. Aku dan manusia lain dianjurkan untuk bersabar menghadapi urusan-urusan dunia yang tidak sedikit membuat letih badan. Apakah Allah tega membuat aku dan manusia lain letih dalam urusan-urusan dunia?? Bukan, ternyata Allah bukan ingin membuatku putus asa akan tetapi Allah memberiku kesempatan yang luar biasa, perasaan yang akan aku dan manusia-manusia lain rasakan di "Jannah' nanti (red: Insya Allah, Amin). Allah memberikan proses agar aku dan manusia lain benar-benar merasakan bahagianya mampu bersabar dan berserah diri pada kekuasaanNya yang maha Indah, maha Sempurna. Begitu kerikil mampu aku dan manusia lain hadapi, maka jalan lurus dan haluspun akan aku peroleh menujuNya.


"Umurku memang berkurang, tapi aku dan manusia-manusia lain berusaha ibadahku dan manusia lain kian bertambah...Amin"


"Aku memang bukan ahli surga, tapi akupun tak mampu menahan siksaan neraka.. Dosa-dosa yang tak terhitung bagai debu ini tak sulit bagimu untuk mengampuninya, Inspirasi - Haddah Alwi"


RuangRindu, Supernova

Selasa, 29 Maret 2011

Buta Mata atau Buta Hati?

Mata merupakan pancaindera penting bagi manusia. Kecacatan penglihatan dalam bentuk sifat kejadian manusia tidak semuanya mendatangkan kesusahan kepada manusia itu sendiri, bahkan ramai di kalangan mereka yang cacat penglihatan mencapai kejayaan hidup yang lebih baik sama sudut pemikiran ilmu, kekayaan dan ketokohan berbanding dengan orang normal.

Kenyataannya, ramai orang buta hafal Al-quran dibandingkan orang yang normal. Kenapa ? Ini karena hati mereka normal walaupun mata mereka buta. Manusia yang gagal dalam kehidupan, sudut kepemilikan ilmu, ekonomi dan ketokohan mereka dimata masyarakat adalah karena hati mereka buta walaupun mata mereka normal. Buta mata hati lebih ironis dan tragis daripada buta mata. Untuk memastika hati tidak buta, hanya diperlukan usaha manusia yang terus dari hari ke hari menuju ketakwaan, perbaikan. Diperlukan seorang islam yang tidak hanya beriman melainkan juga bertakwa, memahami apa yang dimakan, diminum dan dipakai adalah halal.

Nikmat akal yang tidak ternilai dianugrahi Allah SWT kepada makhluk bernama manusia, Hal itu dikarenakan agar manusia dapat membedakan perkara-perkara yang hak dan bathil, dan dapat digunakan dengan sewajarnya untuk membersihkan hati. Firman Allah dalam surah Asy-Syura:2 " Sekiranya Allah menghendaki niscaya Dia kunci hatimu. Dan Allah menghapus yang batil dan membenarkan yang benar dengan firman-Nya (Al-Quran). Sungguh, Allah Maha Mengetahi segala isi hati."

  • Bermula dari sebuah Prasangka

Berpikiran positif tanpa berprasangka negatif terhadap diri sendiri atau orang lain akan menjamin kebenaran dan kebaikan jiwa-jiwa yang memiliki ketenangan. Maka, dengan wujudnya jiwa yang bersih terhadap prejudis akan menjauhkan mereka kepada kepincangan dan kritikan di dalam fikrah Islam.

Allah berfirma dalam surah An-Nur:12 "Mengapa orang-orang Mukmin dan Mukminat tidak berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita hodong itu dan berkata, "ini adalah (suatu berita) bohong yang nyata"."

Senantiasa bermuhasabah diri dan berusaha supaya hati senantiasa sehat. Insya Allah...

Supernova, RuangRindu.

Rabu, 09 Februari 2011

Bodohnya saya, atau???

Bungkam....
Penat....
dan
lunglai....

Tiga kata pahit dan tak ada aroma semerbak kian mengitarinya, dan telah menemani imajinasi saya saat itu, saat dimana beberapa persoalan muncul secara bersamaan, tanpa permisi dan tanpa melihat kondisi saya yang sangat letih.

"ini saya lakukan bukan untuk membuat saya yakin akan manfaatnya, tapi atas dasar keterpaksaan", goresan notes tertera tepat sejajar dengan pandangan mata yang sudah semakin rabun ini. Apalah arti dari kerja keras saya selama ini, kalau hanya dendam dan amarah terpupuk dengan subur di dalam jiwa yang kosong. Saya sadar akan keburukan itu, tapi saya tidak sanggup untuk menggantikannya dengan pikiran yang sedikit lebih dingin dan tenang. Sepertinya, bukan ranah saya dalam menangani hal itu. Bukan saya.

Saya ini sudah semakin paham harusnya mengenai hal-hal apa yang harus saya lakukan, kerjakan dan selesaikan. Sudah jelas waktu, tempat dan tujuannya. Tapi, entah apa yang membuat saya tidak mampu berkutik dengan ruang keegoisan terhadap monster menakutkan itu. Sesuatu hal yang tidak bisa saya genggam, benda yang bukan menjadi minat saya, bahkan diperkuat dengan kealpaan bakat saya, menyedihkan!

24 jam lebih sudah saya hanya membulak-balik lembaran penuh angka yang entah muncul dari mana, sudut pandang saya tidak simetris lagi, sudah tidak normal. Saya berharap akan ada mukzizat dari peri-peri yang baik hati untuk memberikan deretan jawaban dari setiap persoalan yang ada di tubuh monster itu. Tapi, setelah saya mengamati sekeliling saya, tidak ada satupun tanda-tanda akan datang dewa-dewi penolong itu. Kasihan!

"Masalahnya apa? " tanya diri terhadap diri. hhhmmm, mungkinkah karena menurunnya tingkat semangatisme dalam metabolisme saya? Bukan!. lantas apa? ok, ok, ok... mungkin karena saya terasa ingin cepat-cepat memeluk keluarga tercinta yang sedang saya tinggalkan untuk sebentar saja? Bukan juga!. Lalu???...

Pahami diri, sadari diri dan kuatkan diri!!!!. Saya tau, saya tidak memiliki bakat dalam menyelesaikan persoalan monster itu, saya tidak ahli dalam hal itu. Dan saya juga tidak ada minat untuk bersahabat dengan monster itu. Sama sekali TIDAK! sangat lantang dan keras saya bunyikan benderang perang untuk menolak kehadirannya dalam kehidupan saya yang sedikit lebih indah harusnya. Saya-pun tidak mau berkelahi dengan monster itu, monster yang sangat menjengkelkan, tidak punya hati dan pikiran sehingga ada saling kepemahaman.

Lantas, apa yang harus saya lakukan?

Lebam menjadi bukti kekalahan saya pada monster itu, monster yang tidak pernah masuk kedalam list kebahagiaan saya. hhmmm... seegois itukan saya?

Adakah yang salah bila saya tidak ingin bersahabat atau berkenalan lebih jauh dengan hal itu? Tidak sepertinya, saya memahami bakat dan minat saya, tidak seharusnya ada paksaan sehingga mengganggu keseimbangan hidup saya. Kalau saja monster itu sedikit lebih jinak, mungkin saya akan lebih halus berlaku dan akan mencoba untuk mempertimbangkan bahwa monster itu layak menajdi teman saya. Tapi, sepertinya terlambat, Maaf!

Desakan dan paksaan hanya membuat saya semakin bungkam, penat dan lagi lunglai. Bukan itu rupa solusi-nya. Itu sebabnya, banyak manusia bijak memberi arahan "Selesaikan dengan cinta, dan cintai apa yang kamu selesaikan" dan saya akan mendapat kepuasan. Apa yang ada dalam kemampuan saya adalah bakat saya, dan apa yang membahagiakan saya adalah minat saya. Jangan paksa, tolong!.

Saya mengerti dengan sadar, Setiap persoalan dalam hidup saya dan mereka mungkin diluar sana bukan untuk menjadikan saya dan mereka lemah, tapi semakin kuat. Kuat dan bijak. Sebab itu guru terbaik adalah pengalaman. Pengalaman mereka yang lebih dulu menelan kepahitan dalam setiap persoalan akan menjadikan pandangan dan pembelajaran. Inti dalam persoalan itu tidak berbeda, semua sama, hanya angka-angkanya saja yang berbeda. Yah, berbeda.

Aneh bukan, saya bisa asyik menuturkan hasrat melalui banyak wadah, tapi untuk menyelesaikan persoalan dalam tubuh monster itu, niat saja tidak ada. Saya takut, sangat takut. Apa manfaatnya bila saya dikelilingi rasa takut dan penat dalam menyelesaikan persoalan? Fine, "Kalau tidak dipaksa, mungkin tidak akan dikerjakan". Tapi, apa yang saya dapatkan setelah semua selesai? hati yang berbunga karena telah keluar dari lingkaran api yang meletup-meletup? sepertinya bukan itu yang saya inginkan.

Saya ingin saya dapat melakukan sesuatu yang saya mampu lakukan, kalaupun tidak bisa, tidak perlu saya dipaksa dengan keterbatasan waktu yang membuat saya semakin gila! Saya ingin menikmati setiap perjumpaan soal-soal dan menggugurkan rasa penasaran saya dengan mencoba menyelesaikan setiap persoalan dengan penuh gairah. Bisa kah?

Semua adalah yang saya ingin, walau saya tau bakat dan minat saya, dan semestinya saya mencoba berjalan diatas rel itu agar tidak ada yang saya salahkan bila bertemu rintangan.
Tapi....
Tuhan ingin saya lebih pintar dan kuat. Terimakasih Tuhan....

Supernova, ~RuangRindu~

Selasa, 08 Februari 2011

Saya masih cinta padamu...

"Bu guru, saya ingin jadi ibu nanti kalau sudah besar, boleh ga?", tanya saya saat itu, dimana saya yang selalu mengikuti gerak-gerik guru saat wanita cantik itu mengajar didepan kelas. "Boleh, selain jadi guru seperti ibu, kamu mau jadi apalagi?" tanya guru saya kembali. "Hhhhmmm, saya mau jadi Ibu guru aja, biar bisa banyak main dan dapet hadiah dari murid-murid ibu setiap pengambilan raport", jawab polos saya saat itu.

Saya adalah murid kecil, yang energik, cerewet dan terliat ingin sekali memimpin dalam hal apapun, terkesan sangat egois memang. Pasalnya hampir setiap waktu saya akan selalu memimpin sebuah kelompok, selalu menjadi asisten guru dikelas walau sekedar untuk menghapus papan tulis, memimpin kelas untuk berdoa atau membuat teman teman saya menangis karena dengan sengaja dan terang-terangan saya pukul. Niat saya memang baik, ketika saya memukul teman saya itu adalah semata-mata ingin menyuruh teman saya diam dan segera mendengarkan guru kesayangan saya bicara didepan kelas, akan tetapi tetap saja saya dianggap nakal oleh sebagian teman-teman saya, hampir semua teman-teman saya takut pada saya. Saat itu, maklum saja, saya masih kecil, masih belum paham dan tahu cara menegur orang dengan baik dan semestinya.

Teringat saat acara perpisahan itu, sepuluh tahun lebih mundur kebelakang, setelah tarian dan nyanyian ditampilkan oleh saya dan kawan-kawan lainnya, tiba saatnya untuk saya seorang diri membacakan sebuah puisi yang dipersembahkan untuk guru tersayang...

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Puisi ini saya persembahkan untuk engkau, guru-ku terhebat dan tercantik.. sehingga kecantikanmu mengalahkan kecantikan tante Krisdayanti.
Ingat tidak, saat pertama saya dan kawan-kawan yang lain datang dihari pertama kami bersekolah disini, banyak yang masih takut dan membawa mama - papa - nya masuk kedalam kelas, Ibu guru tidak marah pada kami, ibu guru hanya tersenyum dan bilang, nanti juga berani sendiri, ini kan sekolah, bukan penjara.
Atau peristiwa lain, saat saya dan kawan-kawan yang lain tidak bisa diam dan tenang, ibu guru tidak marah pada kami, ibu guru hanya tersenyum dan berkata pada orang-orang lain, namanya juga anak-anak. Inikah taman kanak-kanak.
Satu lagi, saat saya dan kawan-kawan yang lain ingin buang air besar, dan kami tidak bisa membersihkannya, ibu guru tidak pernah jijik atau marah untuk membantu membersihkan kotoran kami, ibu hanya bilang "begini caranya, biar najisnya semua hilang, biar kembali bersih dan tidak berbau".
hhhmmm, semua itu yang membuat saya dan kawan-kawan Saya betah dan ingin selalu ada di sekolah, ada ibu guru yang cantik dan baik, ada ibu guru yang pandai memberikan cerita, dan ada ibu guru yang selalu tersenyum walau kami sudah mulai mengesalkan.
Ibu guru yang saya miliki adalah ibu guru yang sabar, semoga kalian dilindungi Allah SWT. Amin.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh"

Sangat singkat dan aneh, puisi saya membuat penonton saat itu terdiam, tidak juga memberi sambutan hangat dengan tepukan yang meriah, melainkan sedikit demi sedikit mereka mulai bergilir meneteskan air mata. Termasuk ibu guru cantik saya, Ia-pun menangis beriring senyum yang memang, sangat cantik.

Cita-cita saya tidak berubah, sepuluh tahun lebih maju, saya masih ingin menjadi seperti Ibu guru cantik itu, yang lembut, sabar dan ikhlas. Sekolah sampai di negeri orangpun tidak membuat cita-cita saya berubah sedikitpun. Walaupun banyak yang menganggap cita-cita saya adalah rendahan bahkan sampah. "halah... sekolah tinggi kok cuma ingin jadi guru TK?". Ucap seorang yang sudah memiliki deretan titel setelah namanya. Namun, semua itu masih berhasil saya tepis, dan saya yakin, bahwa cita-cita saya lebih berharga dari sebuah sampah, kalaupun cita-cita saya adalah sampah, tapi ini sampah yang berarti, sampah yang mampu membuat alam tersenyum pada saya, sampah yang dapat didaur ulang dan akan lebih cantik dari barang aslinya, sebelum menjadi sampah. cool!!

Berpikir dan berniat menjadi seorang guru TK itu bagi saya bukan perkara yang mudah, saya harus memikirkan metode apa yang akan saya berikan pada murid-murid kelak. Saya asyik dengan imajinasi untuk menjadi guru TK. Sambil tersenyum saya mulai menulis satu persatu konsep yang akan saya praktekkan kelak.

Akan saya buat mereka semua paham, kenapa saya memilih untuk menjadi guru TK, bukan seorang sekertaris atau konsultan bidang yang sedang saya pelajari, sehingga menjadi urutan tertinggi dalam cita-cita saya. Padahal, menjadi guru TK tidak menjamin saya akan punya uang banyak, sedang profesi lain dapat membuat pundi-pundi uang akan terkumpul, santai duduk manis di cafe-cafe mahal sekedar bertemu dengan klien, belanja di mal-mal mewah di ibu kota atau jalan-jalan menghabiskan uang yang sudah terkumpul itu keliling negara, sekedar mengoleksi stempel imigrasi di setiap bandara. Akan saya buat mereka mengerti mengapa begitu jatuh cinta saya pada cita-cita saya itu.

Membayangkan menjadi perantara untuk anak-anak adalah hal yang tidak mudah, apalagi mempraktekkannya. Mencintai mereka juga tidak gampang. Sabar berhadapan dengan mereka juga bukan perkara yang ringan. Tapi, tersenyum dihadapan mereka adalah istimewa. Setiap ulah dan tingkah anak-anak membuat saya berpikir, bagaimana mereka esok, bagaimana masa depan mereka nanti, akan jadi apa mereka kelak. Itulah yang membuat saya terus berpikir untuk mengejar cita-cita sebagai guru TK. Perlu dikejar, perlu diusahakan...

Mengenalkan mereka mengenai keramahan alam raya, saling menyayangi dengan alam, ramah terhadap alam dan senantiasa halus budi pada alam. Itulah yang menjadi konsep dasar dalam mengemban tugas seorang guru TK kelak. Alam adalah rumah yang sesungguhnya, alam membuat kita teduh dari hujan, alam membuat kita hangat dari matahari dan alam membuat kita tersenyum sambil berbaring menyaksikan romantisme rembulan dan bintang-bintang. Berlari di padang rumput sambil membelai dengan lembut dedaunan yang ikut berdansa dengan derap langkah larian. Bercengkrama dengan binatang-binatang lain. Semua akan menjadi konsep utama dalam langkah saya menjadi guru, Kelak.

Mengapa harus alam? "Jangan buat alam sedih dan menangis" pesan yang sudah dimasukan kedalam folder sebagai guru TK kelak.

Selanjutnya, perkenalkan anak-anak pada sang pencipta alam raya, siapa yang telah membuat alam ini menjadi begitu indah, cantik, dan penuh dengan keriangan. Siapa yang akan kecewa dengan keadaan alam yang bengangsur melemah, dan mengapa bisa demikian. Tahap selanjutnya dalam misi saya kelak.

Mungkin akan ditutup dengan menjadikan mereka lulusan terbaik dunia dan akhirat. Amin...

Ibu guru yang cantik... Saya selalu memimpikan anda dihampir setiap tidur saya. Anda berhasil mengganggu pikiran dan konsentrasi saya. Rasa-rasa-nya, saya tidak bisa meninggalkan anda begitu saja. Ibu guru yang baik hati, mungkin saya sudah gila dan hilang akal, begitulah pikiran mereka yang mengetahui imajinasi saya. Biarlah, saya bahagia bisa mendeklarasikan mimpi saya dihadapan mereka, walaupun mereka hanya tersenyum dengan makna melecehkan. Tidak apa, sepeti yang anda telah tanamkan pada diri saya saat itu, tidak dibutuhkan untuk saya sebuah amarah dalam menjawab aksi-aksi manusia yang tidak memahami gairah pribadi, hanya perlu senyum saja.. Dan tahukan engkau ibu guru yang penuh dengan inspirasi, saya benar-benar jatuh cinta padamu, dan sampai saat ini, saya masih cinta padamu. "Marry me!", Amin.

Baik, saya memang sadari, tidak ada yang salah dengan tanggapan mereka mengenai pemanfaatan ilmu yang saya dapati dari sekolah-demi-sekolah. Tapi mengapa mereka berpikir, bahwa memanfaatkan ilmu itu diukur dari seberapa tinggi tempat yang akan menjadi wadah ilmu. Apa beda-nya dengan tingkat sebuah TK dan Universitas? Semakin mudahkah membagi ilmu kepada mereka yang duduk di Universitas? atau semakin lebih bermaknakah memberikan pengalaman yang menarik untuk mereka?

Lagi dan lagi, saya minta maaf, emosi diaduk secara merata oleh kesadaran dan kesabara yang luar biasa tidak dapat saya peroleh dari sebuah jenjang formal yang sudah tinggi dan yang sudah memiliki sistem berkelas. Saya ingin menjadi Ibu Guru dimana mereka semua generasi saya bertanya " Ibu, apa itu Huruf dan Angka?, Ibu, bagaimana saya membuat sebuah lingkaran dan segitiga? atau, Ibu, Saya sayang Ibu guru!". Tempat dimana mereka mempertanyakan kondisi bumi dan membawa mereka pada gambaran kehidupan, berpetualangan dengan mereka di tengah hutan kehidupan ini, bukan lagi siapa yang kuat yang akan bertahan hidup, tapi siapa yang peduli yang akan bahagia. Hanya itu awal dari cita-cita saya... Bila memang dimensi waktu akan mendukung, telah lahir generasi yang akan membuat lingkaran-lingkaran yang beririsan, saling masuk didalam penjiwaan dan bergesekan dengan rasa peduli pada sesama.

Hanya itu, jadi saya dapat pertahankan, bahwa saya masih cinta padamu....

Supernova, ~RuangRindu~

 
template by suckmylolly.com