Atas izin Allah kami berjumpa, disebuah kamar kecil kami bertatapan...
Aku takut untuk berkenalan dengannya, aku benar-benar merasa ia memperhatikanku dengan teliti. Sempat dalam benakku untuk segera keluar dari ruangan itu, sebab aku bingung dan khawatir ia tau kalau aku salah tingkah sendiri. Percakapan kawanku yang lain membuat aku tetap bertahan diruang itu, bertahan untuk berbicara ala kadarnya dan akhirnya memecahkan konsentrasi kami yang sedang saling bertatapan sesekali. Kamipun berkenalan.
Keesokan harinya, kamipun sering berjumpa, kebetulan kami tinggal di flat yang sama, hanya berbeda lantai saja. Sedikit demi sedikit mulai ada percakapan dari kami masing-masing bila kami kebetulan berpapasan. Dia sangat lembut terhadapku, hingga aku merasa nyaman didekatnya. Subhanallah... mungkinkah aku jatuh hati padanya? Entahlah, bila benar aku hanya berharap ia dikirim Allah untuk mengantarku pada kebaikan.
Hari demi hari, hampir satu semester kami dekat, makin dekat. Banyak hal yang aku hayati dari setiap perkataannya, perilakunya dan pemikirannya. Kami sering atur waktu untuk berbicara secara empat mata di kantin dekat flat kami. Pembicaraan kami makin meluas tapi terarah. Apapun yang kami bahas pasti selalu kami kaitkan dengan Qur’an dan hadist, pemikiran barat menjadi pembanding kami, dan kami sama-sama puas ketika menyimpulkan perbincangan yang telah kami lakukan yang terkadang dapat memakan waktu lebih dari 2 jam.
Banyak aktifitas yang kami jalani bersama-sama, termasuk shalat berjamaah di Masjid dekat tempat tinggal kami. Ia mengenalkanku pada teman-temannya yang budi pekertinya tidak jauh berbeda dari dirinya. Ia membuatku dipenuhi rasa syukur karena merasakan pembuktian doa ibuku sewaktu melepasku merantau dinegeri orang, dimana dalam doa tersebut ibuku berkata “Hanya Allah yang mampu menjagam
u nak, jangan pernah takut sendiri, Insya Allah Ia akan merawatmu sebaik mungkin”. Sedikit demi sedikit dalam muhasabahku, doa ibu dapat kuhayati. Salah satunya adalah Allah merawat hati dan pikiranku dengan mengirimkan ia sebagai teman berbagi ceritaku.
Hubungan kami sangat baik, sudah masuk hampir 4 bulan saat itu. Suatu waktu, ia secara mendadak harus pulang ke kampung halamannya, entah kenapa aku sangat merasa sedih dan kehilangan. Aku tidak bisa mengantarnya menuju terminal bus, aku menangis untuk yang pertama kali dihadapannya, menangis karena aku merasa ia akan pergi lama sekali, padahal ia mengatakan hanya sebentar saja pergi disebabkan ada keperluan yang sangat penting. Begitu ia pulang dari kampung halamannya, aku merasa sangat bahagia, merasakan bahwa rasa kesepian ini telah terhapus dengan sendirinya, merasakan hati ini lebih hangat namun basah, ada yang menyiraminya dengan air embun, mungkin rasa sayang yang tulus muncul dan menyelimuti hubungan kami yang membuat ada taman dalam hatiku.
Allah mengujiku dalam nikmat yang telah ia berikan, aku jatuh sakit. Disinilah Allah menunjukkanku kembali bahwa Ia benar-benar menjagaku. Ia berikan sakit fisik padaku, memberikan kesempatan padaku untuk beribadah dan beribadah lagi. Ikhtiar atau putus asa. Subhanallah, setelah kebeberapa dokter hingga dokter spesialis penyakitku belum diizinkan untuk hilang, maka kepasrahan tidak menepis dalam hatiku sedikitpun. Ditambah doa-doanya dan perkataan-perkataannya sekedar untuk mengingatkanku tidak boleh putus asa dan bertenang diri. “Berpikir positif pada Allah, penyakit seperti apapun pasti akan sembuh, bukan bagaimana hebatnya sang dokter, melainkan seberapa kuat kesabaran dan usaha kita untuk bersyukur pada yang memberi sakit, atas izin Allah, maka akan sembuh kembali. Allah sayang padamu dik, biarkan kasih sayang Allah bersemai melalui sakit yang sedang hinggap ditubuhmu, sebab itu sebenarnya dapat menjadi penawar racun dalam tubuhmu, Insya Allah”. Ya, ... ia benar, seiring aku mulai kembali bangkit dari sakit yang banyak menyebut bahwa penyakit tersebut akan menyebabkan kematian yang semakin cepat, aku mampu melewatinya. Alhamdulillah.
Kembali kepada sosoknya yang akan kurindu ketika jarak akan memisahkan kami, sebentar lagi..
Aku teringat perjalanan demi perjalanan yang telah kami lalui. Ia mengajakku kekampung halamannya, tanpa panjang pikir, aku sambut undangannya dengan senang hati. Aku tidak ingin mengecewakannya, aku paham benar bahwa iapun berharap aku dapat ikut serta berjumpa dengan alam yang mendidik ia seperti itu, bergurau dengan sanak keluarga dan ikut merasakan kehangatan ditengah-tengah keluarganya. Aku dan ia akhirnya melakukan perjalanan pertama menuju suatu tempat yang banyak pantainya.
Dalam perjalanan menuju kampung halamannya itu, banyak sekali kendala yang kami hadapi, penuh uji kesabaran yang harus kami lalui. Mulai dari menunggu bus yang ternyata kami harus transit lagi di terminal lainnya, bertemu dengan orang kurang sehat secara jiwa sampai kamipun sebus dengan orang gila tersebut. 10 jam tepat perjalanan itu, dalam waktu panjang itu aku menemukan banyak hikmah yang kemudian aku simpan rapih dalam memori dalam otakku. Aku berharap suatu hari memori ini bisa aku transfer kedalam sebuah video hingga menjadi kenangan yang nyata, pembelajaran yang abadi, tapi... biarlah apapun yang terjadi pada memori manusia yang akan usang lama kelamaan seiiring usia, Allah akan merekam dengan baik semua yang aku alami, semoga ketakwaan menjadi jalan hidup yang telah aku lalui tidak atau bersamanya.
Sampai dirumahnya, aku disambut oleh teriakan anak-anak kecil yang ternyata mereka adalah anak dari kakak-kakaknya, tampan dan cantik. Ramai!! Dan ternyata tak lama lagi salah satu abangnya akan menikah, yah... pas sekali, hampir lengkap kakak beradiknya berkumpul disebuah rumah yang penuh dengan kenangan masa kecil mereka, dan akupun memiliki kenangan pada rumah itu. Karena kami hanya punya sedikit waktu untuk menikmati masa-masa liburan di kampung halamannya, maka kamipun harus bergegas untuk siap kembali pada 10 jam perjalanan pulang menuju kampus.
Telah 3 hari 2 malam aku bersamanya dan keluarganya, beberapa jam sebelum pulang ia masih sempat mengajakku kesebuah tempat yang menjadi sahabat setianya semasa ia dalam kegundahan. “Alam dan pemilik Alam tersebut”. Sebuah pantai yang berhadapan langsung laut cina lepas!! Subhanallah.. Ia mengajakku kebagian ujung dari pantai tersebut, ia memperlihatkanku pada keelokan alam yang sedemikian rupa cantiknya, dan Subhanallah... aku melihat bagaimana air laut bertemu dengan air tawar beserta keajaibannya. Allah tidak sulit menunjukkan keEsa-anNya. Allah tidak sukar menbuat manusia bertekuk lutut mengakui kehebatanNya dalam membuat karya-karya Agung yang tiada bandingnya. Subhanallah... sambil duduk memandang laut lepas dan pemandangan canti lainnya kami menikmati makanan khas kampung halamannya. Sekali lagi, puja-puji hanya milik Allah SWT, Subhanallah.
Dalam ikatan hati ini yang luar biasa, aku mengakui bahwa aku jatuh hati pada ciptaanNya itu, banyak peristiwa yang membuatku tersenyum dan meneteskan air mata kasih sayang padanya, pada ciptaanNya itu.. Ialah wanita lembut yang pernah aku temui dalam sejarah perjalananku mencari ilmu-ilmu Allah. Aku mampir di negri Jiran ini, dan Allah mempertemukanku padanya, Nuraini... Wanita yang taat pada Tuhannya, wanita yang berani menahan keinginannya demi mementingkan keinginanku, wanita yang penuh dengan kasih sayang yang tulus ku dapat rasakan, wanita Sholehah.
Andai doaku mampu membuat alam raya mengamini, maka aku berdoa pada yang memiliki alam raya ini, “Ya Allahu Rabbi, tanpa ku sebut namanya, tanpa ku perlihatkan wajahnya, dan tanpa ku tulis bagaimana ia dimataku... engkau lebih tau bagaimana kecintaanya padaMu... “
“Ya Rabbul Izzati, nikmat mana lagi yang aku ragukan dariMu, engkau memberiku banyak ujian yang kemudian engkau juga memberiku dengan percuma penawarnya. Engkau pertemukanku pada seorang wanita yang memberiku banyak rasa kasih dan sayang dan engkau juga yang memisahkanku padanya sehingga kami saling mendoakan untuk dikemudian hari kami kelak”
“Ya Rahman Ya Rahim... Adakah rasa syukurku atas kasih sayang yang engkau bagi pada kami masing-masing akan menjadi bagian dari perjuangan kami membawa cahaya ukhuwah? Bila iya, maka kekalkanlah silaturahim diantara kami, biarlah air mata mengalir dan akan menjadi buliran doa-doa untuk keselamatan dunia dan akhirat kami”
“Ya Allah, Engkau memberi pelajaran dari pertemuan kami yang sangat singkat. Pertemuan yang semoga kelak menjadi pertemuan abadi sebagai penghuni jannahMu. Perpisahan yang engkau rangkai begitu berarti, engkau pisahkan kami pada perjuangan yang hakiki, perjuangan dalam taat padaMu, Insya Allah”
“Kakakku tersayang, Nur aini, Terimakasih atas segala upayamu dalam mempererat persaudaraan denganku, semoga Allah kian memberimu kasih dan sayang, semoga kecantikan lahir dan batin yang Allah titipkan padamu dapat memancarkan cahaya Illahi kepada yang lainnya, dan kuharap persaudaraan kita dapat membawa kita masuk kedalam golongan hamba-hamba yang Ia damba, Amin”
Tidak perlu menunggu waktu dimana aku harus kembali ketanah air, pada hari ini pun aku mulai menangis dan merasakan rindu yang menggebu padanya, ada rasa dalam hati ini untuk meminta pada Allah, "adakah ia menjadi jodoh abangku satu-satunya, agar aku tidak berpisah dengannya, agar aku dapat merasakan transferan energi perjuangannya menegakkan agama Allah dan perjuangan menjadi wanita dambaan Allah"??? Lahawlawalakuwata illabillah....